Agar
dapat menalar dengan tepat, kita perlu memiliki pengetahuan tentang fakta yang
berhubungan. Jumlah fakta tak terbatas, sifatnya pun beraneka ragam. Oleh sebab
itu, sebagai unsur dasar dalam penalaran ilmiah, kita harus mengetahui apa
pengertian dari fakta tersebut.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fakta memiliki definisi sebagai hal
(keadaan atau peristiwa) yang merupakan kenyataan: sesuatu yang benar-benar ada
atau terjadi. Selain itu, fakta juga merupakan pengamatan yang telah
diverifikasi secara empiris (sesuai dengan bukti atau konsekuensi yang teramati
oleh indera). Fakta bila dikumpulkan secara sistematis dengan beberapa sistem
serta dilakukan secara sekuensial maka fakta tersebut mampu melahirkan sebuah
ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa sebuah
teori dan fakta secara empiris dapat melahirkan sebuah teori baru.
Sedangkan
Penalaran (reasioning) adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan
bukti, fakta atau petunjuk menuju suatu kesimpulan. Dengan kata lain, penalaran
adalah proses berpikir yang sistematik dalan logis untuk memperoleh sebuah
kesimpulan. Bahan pengambilan kesimpulan itu dapat berupa fakta, informasi,
pengalaman, atau pendapat para ahli (otoritas). Secara umum, ada dua jenis
penalaran atau pengambilan kesimpulan, yakni penalaran induktif dan deduktif.
1.
Penalaran
Induktif dan Coraknya
Penalaran
induktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang khusus
menuju sesuatu yang umum. Penalaran Induktif dapat dilakukan dengan tiga cara:
a.
Generalisasi
Generalisasi
adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah gejala atau peristiwa yang
serupa untuk menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala atau
peristiwa itu. Generalisasi diturunka dari gejala-gejala khusus yang diperoleh
melalui pengalaman, observasi, wawancara, atau studi dokumentasi. Sumbernya
dapat berupa dokumen, statistik, kesaksian, pendapat ahli, peristiwa-peristiwa
politik, sosial ekonomi atau hukum. Dari berbagai gejala atau peristiwa khusus
itu, orang membentuk opini, sikap, penilaian, keyakinan atau perasaan tertentu.
Contoh
penalaran induktif dengan cara generalisasi adalah sebagai berikut:
Berdasarkan
pengamatannya, seorang ilmuwan menemukan bahwa kambing, sapi, onta, kerbau,
kucing, harimau, gajah, rusa, kera adalah binatang menyusui. Hewan-hewan itu
menghasilkan turunannya melalui kelahiran. Dari temuannya itu, ia membuat
generalisasi bahwa semua binatang menyusui mereproduksi turunannya melalui
kelahiran.
b.
Analogi
Analogi
adalah suatu proses yag bertolak dari peristiwa atau gejala khusus yang satu
sama lain memiliki kesamaan untuk menarik sebuah kesimpulan. Karena titik tolak
penalaran ini adalah kesamaan karakteristik di antara dua hal, maka
kesimpulannya akan menyiratkan ”Apa yang berlaku pada satu hal, akan pula
berlaku untuk hal lainya”. Dengan demikian, dasar kesimpula yang digunakan
merupakan ciri pokok atau esensial dari dua hal yang dianalogikan.
Contoh penalaran induktif dengan cara analogi adalah sebagai berikut:
Dr.
Maria C. Diamond, seorang profesor anatomi dari University of California
tertarik untuk meneliti pengaruh pil kontrasepsi terhadap pertumbuha cerebral
cortex wanita, sebuah bagian otak yang mengatur kecerdasan. Dia menginjeksi
sejumlah tikus betina dengan sebuah hormon yang isinya serupa dengan pil.
Hasilnya tikus-tikus itu memperlihatkan pertumbuhan yang sangat rendah
dibandingkan dengan tikus-tikus yang tidak diberi hormon itu. Berdasarkan studi
itu, Dr. Diamond menyimpulkan bahwa pil kontrasepsi dapat menghambat
perkembangan otak penggunanya. Dalam contoh penelitian tersebut, Dr. Diamond
menganalogikan anatomi tikus dengan manusia. Jadi apa yang terjadi pada tikus,
akan terjadi pula pada manusia.
c. Hubungan Kausal (Sebab Akibat)
c. Hubungan Kausal (Sebab Akibat)
Penalaran
induktif dengan melalui hubungan kausal (sebab akibat) merupakan penalaran yang
bertolak dari hukum kausalitas bahwa semua peristiwa yang terjadi di dunia ini
terjadi dalam rangkaian sebab akibat. Tak ada suatu gejala atau kejadian pun
yang muncul tanpa penyebab. Cara berpikir seperti itu sebenarnya lazim
digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya dalam dunia ilmu
pengetahuan.
Contoh penalaran induktif dengan cara hubungan kausal( sebab akibat) adalah sebagai berikut:
Contoh penalaran induktif dengan cara hubungan kausal( sebab akibat) adalah sebagai berikut:
Ketika
seorang ibu melihat awan tebal menggantung, dia segera memunguti pakaian yang
sedang dijemurnya. Tindakannya itu terdorong oleh pengalamannya bahwa mendung
tebal (sebab) adalah pertanda akan turun hujan (akibat).
2. Penalaran Deduktif dan Coraknya
Penalaran
deduksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang umum
(prinsip, hukum, teori atau keyakinan) menuju hal-hal khusus. Berdasarkan
sesuatu yang umum itu, ditariklah kesimpulan tentang hal-hal khusus yang
merupakan bagian dari kasus atau peristiwa khusus itu.
Contoh : Semua makhluk hidup akan mati Manusia adalah makhluk hidup. Karena itu, semua manusi akan mati.
Contoh : Semua makhluk hidup akan mati Manusia adalah makhluk hidup. Karena itu, semua manusi akan mati.
Dari
contoh tersebut dapat diketahui bahwa proses penalaran itu berlangsung dalam
tiga tahap.
1. Pertama, generalisasi sebagai pangkal
bertolak (pernyataan pertama merupakan
generalisasi yang bersumber dari keyakina atau pengetahuan yang sudah
diketahui dan diakui kebenarannya.
2. Kedua, penerapan atau perincian
generalisasi melalui kasus atau kejadian tertentu.
3. Ketiga, kesimpulan deduktif yang berlaku
bagi kasus atau peristiwa khusus itu.Penalaran deduktif
dapat dilakukan dengan dua cara:
a.
Silogisme
Silogisme
adalah suatu proses penalaran yang menghubungkan dua proposisi (pernyataan)
yang berlainan untuk menurunkan sebuah kesimpulan yang merupakan proposisi yang
ketiga. Proposisi merupakan pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau
dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung didalamnya.
Dari
pengertian di atas, silogisme terdiri atas tiga bagian yakni: premis mayor,
premis minor, dan kesimpulan. Yang dimaksud dengan premis adalah proposisi yang
menjadi dasar bagi argumentasi. Premis mayor mengandung term mayor dari
silogisme, merupakan geeralisasi atau proposisis yang dianggap bear bagi semua
unsur atau anggota kelas tertentu. Premis minor mengandung term minor atau
tengah dari silogisme, berisi proposisi yang mengidentifikasi atau menuntuk
sebuah kasus atau peristiwa khusus sebagai anggota dari kelas itu. Kesimpulan
adalah proposisi yang menyatakan bahwa apa yang berlaku bagi seluruh kelas,
akan berlaku pula bagi anggota-anggotanya.
Contoh:
Premis
mayor : Semua cendekiawan adalah pemikir
Premis
minor : Habibie adalah cendekiawan
Kesimpulan : Jadi, Habibie adalah pemikir.
b.
Entinem
Entiem
adalah suatu proses penalaran dengan menghilangkan bagian silogisme yang
dianggap telah dipahami.
Contoh:
Premis
mayor : Semua renternir adalah penghisap
darah dari orang yang sedang kesusahan
Premis
minor : Pak Sastro adalah renternir
Kesimpulan : Jadi, Pak Sastro adalah peghisap darah
orang yag kesusahan.
Kalau
proses penalaran itu dirubah dalam bentuk entinem, maka bunyinya hanya menjadi
”Pak Sastro adalah renternir, yang menghisap darah orang yang sedang
kesusahan.”
Hubungan
Menulis Karya Ilmiah dengan Penalaran Karya tulis ilmiah adalah tulisan yang
didasari oleh pengamatan, peninjauan atau penelitian dalam bidang tertentu,
disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun
bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Atas
dasar itu, sebuah karya tulis ilmiah harus memenuhi tiga syarat:
1. Isi
kajiannya berada pada lingkup pengetahuan ilmiah
2. Langkah
pengerjaannya dijiwai atau menggunakan metode ilmiah
3. Sosok
tampilannya sesuai da telah memenuhi persyaratan sebagai suatu sosok tulisan
keilmuan.
Dari
pengertian tersebut dapat diketahui bahwa fakta sebagai unsur dalam penalaran
ilmiah menjadi bagian penting dalam proses melahirkan sebuah karya ilmiah.
Penalaran dimaksud adalah penalaran logis yang mengesampingkan unsur emosi,
sentimen pribadi atau sentimen kelompok. Fakta bila dikumpulkan secara
sistematis dengan beberapa sistem serta dilakukan secara sekuensial maka fakta
tersebut mampu melahirkan sebuah ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan memiliki
arti apa-apa tanpa sebuah teori dan fakta secara empiris dapat melahirkan
sebuah teori baru. Oleh karena itu, dalam menyusun karya ilmiah metode berpikir
keilmuan yang menggabungkan cara berpikir / penalaran induktif dan deduktif,
sama sekali tidak dapat ditinggalkan.