A.
Ada
beberapa aspek terkait dengan bagaimana islam memandang etika dalam bisnis
1. Islam mengajarkan agar dalam berbisnis,
seorang muslim harus senantiasa berpijak kepada aturan yang ada dalam agama,
utamanya bagaimana pengusaha tidak hanya memikirkan kepentingan sendiri, namun
juga bisa membina hubungan yang harmonis dengan konsumen atau pelanggan, serta
mampu menciptakan suasana saling meridhoi dan tidak ada unsur eksploitasi. Hal
ini sebagaimana ketentuan dalam Al-Qur’an yang memberi pentunjuk agar dalam
bisnis tercipta hubungan yang harmonis, saling ridha, tidak ada unsur
eksploitasi (QS. 4:29) dan bebas dari kecurigaan atau penipuan, seperti
keharusan membuat administrasi transaksi kredit (QS. 2: 282).
2. Bekerja
dalam konteks Islam harus didasari atau berlandaskan kepada iman. Dalam kaitan
iman, berbisnis tidak semata-mata mengejar keuntungan duniawi, melainkan
seorang muslim harus senantiasa ingat bahwa apa pun yang ia kerjakan harus
diimbangi dengan komitmen kecintaan kepada Allah. Dengan demikian, Iman akan
membawa usaha yang dilakukan seorang muslim jauh dari hal-hal yang dilarang
dalam hukum jual beli seperti riba, menipu pembeli, dan sejenisnya.
B. Aspek etika berbisnis dalam Islam
1.
Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam
hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang
memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi,
politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep
konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari
konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi
membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi
terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat
penting dalam sistem Islam.
2.
Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam
sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat
curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan.
Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau
menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi. Kecurangan dalam berbisnis
pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah
kepercayaan.
3.
Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan
merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu
tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak
adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya
dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan
manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas
dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya
melalui zakat, infak dan sedekah.
4.
Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan
tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak
menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan
keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara
logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan
mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas
semua yang dilakukannya.
5.
Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Kebenaran
dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan,
mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis
kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi
proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan
maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
C. Teori Ethical
Egoism
Ethical Egoism menegaskan bahawa kita tidak harus mengabaikan
secara mutlak kepentingan orang lain tetapi kita patut mempertimbangkannya
apabila tindakan itu secara langsung akan membawa kebaikan kepada diri sendiri.
Egoism
mengatakan suatu tindakan dikatakan etis apabila bermanfaat bagi diri sendiri
serta mengatakan bahwa kita harus mengejar sendiri atau mengutamakan
kepentingan diri kita.
Ethical Egoism
adalah berbeda dengan prinsip-prinsip moral seperti sentiasa bersikap jujur,
amanah dan bercakap benar. la kerana tindakan tersebut didorong oleh
nilai-nilai luhur yang sedia ada dalam diri manakala dalam konteks ethical
egoism pula sesuatu tindakan adalah didorong oleh kepentingan peribadi.
Misalnya, seseorang individu yang memohon pinjaman akan memaklumkan kepada
pegawai bank tentang kesilapan pihak bank bukan atas dasar tanggungjawab tetapi
kerana beliau mempunyai kepentingan diri.
D.
Teori Cultural
relativism
Satu
budaya memiliki kode moral yang berbeda dengan budaya yang lain. Hal ini
menghasilkan suatu sistem relativisme budaya. Dalam relativisme budaya etis
tidak ada standar objektif untuk menyebut satu kode sosial yang lebih baik dari
yang lain, masyarakat mempunyai kebudayaan memiliki kode etik yang berbeda
pula, kode moral kebudayaan tertentu tidak serta merta berguna pada kebudayaan
yang lain, tidak ada kebenaran universal dalam etika dan tidak lebih dari
arogansi kita untuk menilai perilaku orang lain.Misalnya, Membunuh itu bisa
benar dan juga bisa salah tergantung apa tujuan orang melakukan pembunuhan.
E.
Konsep
Deontology
Deontologi
berasal dari kata deon yang berarti tugas atau kewajiban. Apabila sesuatu
dilakukan berdasarkan kewajiban, maka ia melepaskan sama sekali moralitas dari
konsekuensi perbuatannya. Teori yang dikembangkan oleh Immanuel Kant ini
mengatakan bahwa keputusan moral harus berdasarkan aturan-aturan dan
prinsip-prinsip universal, bukan "hasil" atau "konsekuensi"
seperti yang ada dalam teori teleologi.
Perbuatan
baik bukan karena hasilnya tapi mengikuti suatu
prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang baik. Dalam teori ini
terdapat dua konsep, yaitu : Pertama, Teori Keutamaan (Virtue Ethics). Dasar
dari teori ini bukanlah aturan atau prinsip yang secara universal benar atau
diterima, akan tetapi apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar dari
teori ini adalah tidak menyoroti
perbuatan manusia saja, akan tetapi seluruh manusia sebagai pelaku
moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang adil, jujur, murah hati, dsb
sebagai keseluruhan.
F.
Profesi
Profesi
adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu
pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode
etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi
tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan,
militer,teknik dan desainer.
G. Kode Etik
Kode
etik adalah suatu sistem norma, nilai & juga aturan profesional tertulis
yang secara tegas menyatakan apa yang benar & baik & apa yang tidak
benar & tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa
saja yang benar / salah, perbuatan apa yang harus dilakukan & perbuatan apa
yang harus dihindari. Atau secara singkatnya definisi kode etik yaitu suatu
pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis ketika melakukan suatu kegiatan /
suatu pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan / tata cara sebagai pedoman
berperilaku.
Pengertian kode etik
yang lainnya yaitu, merupakan suatu bentuk aturan yang tertulis, yang secara
sistematik dengan sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada
& ketika dibutuhkan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi
berbagai macam tindakan yang secara umum dinilai menyimpang dari kode etik
tersebut.
H.
PRINSIP
ETIKA PROFESI
1. Prinsip
Tanggung Jawab : Yaitu salah satu prinsip pokok bagi kaum profesional. Karena
orang yang professional sudah dengan sendirinya berarti bertanggung jawab atas
profesi yang dimilikinya. Dalam melaksanakan tugasnya dia akan bertanggung
jawab dan akan melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin, dan dengan standar
diatas rata-rata, dengan hasil maksimal serta mutu yang terbaik.
2. Prinsip
Keadilan : Yaitu prinsip yang menuntut orang yang professional agar dalam
melaksanakan profesinya tidak akan merugikan hak dan kepentingan pihak
tertentu, khususnya orang-orang yang dilayani dalam kaitannya dengan profesi yang dimilikinya.
3. Prinsip
Otonomi : Yaitu prinsip yang dituntut oleh kalangan professional terhadap dunia
luar agar mereka diberikan kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya.
Sebenarnya hal ini merupakan konsekuensi dari hakekat profesi itu sendiri.
Karena hanya mereka yang professional ahli dan terampil dalam bidang
profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam
pelaksanaan profesi tersebut.
4. Prinsip
Integritas Moral : Yaitu prinsip yang berdasarkan pada hakekat dan ciri-ciri
profesi di atas, terlihat jelas bahwa orang yang professional adalah juga orang
yang mempunyai integritas pribadi atau moral yang tinggi. Oleh karena itu
mereka mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama
baiknya, dan juga kepentingan orang lain maupun masyarakat luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar