Tawuran sudah bukan suatu fenomena yang asing di
indonesia, di indonesia sering sekali terjadi tawuran baik sesama warga, pelajar, agama dan kebudayaan. Tawuran mengakibatkan kerugian
yang sangat besar baik kerugian harta benda atau korban cedera dan bisa sampai
menyebabkan nyawa melayang sia-sia. Biasanya tawuran lebih sering dilakukan
para pelajar bukan hanya pelajar di ibukota saja tetapi sudah merajalela sampai
kedaerah-daerah terpencil, tawuran terjadi karena ada beberapa faktornya yaitu
:
- Faktor internal. Biasanya remaja yang terlibat perkelahian kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan seseorang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.
- Faktor keluarga. Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirinya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.
- Faktor sekolah. Sekolah bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.
- Faktor lingkungan. Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.
Dampak negatif akibat dari tawuran :
- Cedera atau bahkan tewas dimana pelajar (dan keluarga) yang terlibat perkelahian ( dan yang berpapasan atau yang ada disekitar lokasi karena salah sasaran)
- Rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan.
- Terganguunya proses belajar di sekolah.
- Berkurang { dan atau rusaknya} penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain.
- Hal lain-lain, misal memperlambat arus lalu-lintas seperti kemacetan, meningkatnya kecemasan para pengguna jalan.
Perlindungan Anak juga telah memberikan banyak perhatian
terhadap kasus tawuran di Indonesia dan menyimpulkan bahwa penyebab perkelahian pelajar tidaklah
sesederhana. Di kota besar, masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor
sosiologis, budaya, psikologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas seharusnya
setiap masyarakat, pelajar lebih mementingkan perdamaian ,walaupun melalui
proses yg lama tapi kalau setiap masyarakat dan pelajar bisa menjauhi kasus
tawuran itu di Indonesia akan menjadi contoh yang baik buat negara-negara lain
dan kedepannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar